Minggu, 22 Mei 2011

PEMIKIRAN PERADABAN ISLAM MASA MODERN ( 1800 - SEKARANG )

PEMIKIRAN PERADABAN ISLAM MASA MODERN
( 1800 - SEKARANG )


1. Masa Pembebasan dari Kolonial Barat

Dunia Islam abad XX ditandai dengan kebangkitan dari kemunduran dan kelemahan secara budaya maupun politik setelah kekuatan Eropa mendominasi mereka. Eropa bisa menjajah karena keberhasilannya dalam menerapkan strategi ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengelola berbagai lembaga pemerintahan. Negeri-negeri Islam menjadi jajahan Eropa akibat keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan.

Terjadinya penetrasi kolonial Barat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Disatu sisi kekuatan militer dan politik negara - negara muslim menurun, perekonomian mereka merosot sebagai akibat monopoli perdagangan antara timur dan barat tidak lagi ditangan mereka. Disamping itu pengetahuan di dunia muslim dalam kondisi stagnasi. Tarekat-tarekat diliputi oleh suasana khurafat dan supertisi. Umat Islam dipengaruhi oleh sikap fatalistik1.

Pada sisi yang lain, Eropa dalam waktu yang sama menggunakan metode berpikir rasional, dan disana tumbuh kelompok intelektual yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan Gereja; Barat memasuki abad renaisanse. Sementara dalam bidang ekonomi dan perdagangan mereka telah mengalami kemajuan pesat dengan ditemukannya Tanjung Harapan sebagai jalur perdagangan maritim langsung ke Timur, demikian pula penemuan benua Amerika. Dengan dua temuan ini Eropa memperoleh kemajuan dalam dunia perdagangan karena tidak bergantung lagi kepada jalur lama yang dikuasai Islam.

Pada permulaan abad ini tumbuh kesadaran nasionalisme hampir disemua negeri muslim yang menghasilkan pembentukan negara-negara nasional. Tetapi persoalan mendasar yang dihadapi adalah keterbelakangan umat Islam, terutama menyangkut kemampuan menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat paling penting dalam mempertahankan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa mengenyampingkan agama, politik dan ekonomi. Upaya kearah itu tidak lepas dari pembaharuan pemikiran yang dapat mengantarkan Islam terlepas dari cengkraman kolonialisme Barat.

a. Dunia Islam Abad XX

Keunggulan - keunggulan Barat dalam bidang industri, teknologi, tatanan politik, dan militer tidak hanya menghancurkan pemerintahan negara-negara muslim yang ada pada waktu itu, tetapi lebih jauh dari itu, mereka bahkan menjajah negara - negara muslim yang ditaklukkannya, sehingga pada penghujung abad XIX hampir tidak satu negeri muslim pun yang tidak tersentuh penetrasi kolonial Barat. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun 1798 M, Napoleon Bonaparte menduduki Mesir. Walaupun pendudukan Perancis itu berakhir dalam tiga tahun, mereka dikalahkan oleh kekuatan Angkatan Laut Inggris, bukan oleh perlawanan masyarakat muslim. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan Mesir – salah satu pusat Islam untuk menghadapi kekuatan Barat.

Sejak Napoleon menduduki Mesir, umat Islam mulai merasakan dan sadar akan kelemahan dan kemundurannya, sementara mereka juga merasa kaget dengan kemajuan yang telah dicapai Barat. Gelombang ekspansi Barat ke negaranegara muslim yang tidak dapat dibendung itu memaksa para pemuka Islam untuk mulai berpikir guna merebut kembali kemerdekaan yang dirampas. Salah seorang tokoh yang pikirannya banyak mengilhami gerakan - gerakan kemerdekaan adalah Sayyed Jamaluddin Al Afghani. Ia dilahirkan pada tahun 1839 di Afghanistan dan meninggal di Istambul 18973. Pemikiran dan pergerakan yang dipelopori Afghani ini disebut Pan-Islamisme, yang dalam pengertian luas berarti solidaritas antara seluruh umat muslim di dunia internasional.

Tema perjuangan yang terus menerus dikobarkan oleh Afghani dalam kesempatan apa saja adalah semangat melawankolonialisme dengan berpegang kepada tema-tema ajaran Islam sebagaistimulasinya. Murtadha Muthahhari menjelaskan bahwa diskursus tema-tema itu
antara lain diseputar: Perjuangan melawan absolutisme para penguasa;Melengkapi sains dan teknologi modern; Kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya; Iman dan keyakinan aqidah; Perjuangan melawan kolonial asing; Persatuan Islam; Menginfuskan semangat perjuangan dan perlawanan kedalam tubuh masyarakat Islam yang sudah separo mati; dan Perjuangan melawan ketakutan terhadap Barat4.

Disamping Afghani, terdapat dua orang ahli pikir Arab lainnya yang telah mempengaruhi hampir semua pemikiran politik Islam pada masa berikutnya. Dua pemikir itu adalah Muhammad Abduh(1849-1905) dan Rasyid Ridha(1865-1935). Mereka sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan guru mereka yakni Afghani, dan berkat mereka berdualah pengaruh Afghani diteruskan untuk mempengaruhi perkembangan nasionalisme Mesir. Seperti halnya Afghani dan Abduh, Ridha percaya bahwa Islam bersifat politis, sosial dan spiritual. Untuk membangkitkan sifat-sifat tersebut, umat Islam mesti kembali kepada Islam yang sebenarnya sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi dan para sahabatnya atau para salafiah.

Untuk menyebarkan gagasan - gagasannya ini Ridha menuangkannya dalam bingkai tulisan - tulisan yang terakumulasi dalam majalah Al Manar yang dipimpinnya. Di daratan Eropa, Syakib Arsalan selalu memotori gerakan - gerakan guna kemerdekaan Arab. Misi Arsalan adalah menginternasionalkan berbagai masalah pokok yang dihadapi negara-negara muslim Arab yang berasal dari kekuasaannegara-negara Barat; dan menggalang pendapat seluruh orang Islam Arab sehingga membentuk berdasarkan ikatan keIslaman, mereka dapat memperoleh kemerdekaan dan memperbaiki tata kehidupan sosial yang lebih baik5.

Sementara pimpinan masyarakat Druze dan pembesar Usmaniyah yang mengasingkan diri ke Eropa setelah Istambul diduduki Inggris ini menyebarluaskan propagandanya melalui berbagai penerbitan berkala, diantarannya melalui jurnal La Nation Arabe yang dicetak di Annemasse Prancis.

Meskipun pada awalnya Arsalan mengambil alih konsep - konsep Pan-Islamismenya Afghani karena merasakan perlunaya pemabaharuan dalam masyarakat, namun dalam praktiknya, ia lebih menitikberatkan perjuanggannya pada Pan - Arabisme. Gerakan perjuangan yang dilakukan oleh para tokoh tersebut, walaupun belum mencapai hasil yang diinginkan yakni kemerdekaan, namun gema pemikiran Islam mereka sangat mewarnai era generasi selanjutnya, untuk membebaskan negerinya dari penetrasi kolonial Barat.

b. Pembebasan Diri dari Kolonial Barat

Gerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh umat Islam selalu kandas ketika berhadapan dengan kolonialis Barat, tentu saja, karena teknologi dan militer mereka jauh lebih maju dari yang dimiliki umat Islam. Menurut Afghani, untuk menanggapi tantangan Barat, umat Islam harus mempelajari contoh - contoh darinya. Tentu saja tidak semua komunitas Islam sependapat dengan yang dimaksud belajar atau berguru kepada Barat. Para ulama tradisional tetap mempertahankan corak non-koperatifnya, sementara putra - putra negeri jajahan gelombang demi gelombang belajar kepada penjajah atau di sekolah-sekolah yang
sengaja diadakan di negeri jajahannya.

Dengan demikian, terdapat dua kelompok pejuang kemerdekaan dengan basisnya masing-masing, ada yang sifatnya nonkoperatif yang basisnya lembaga - lembaga pendidikan agama - di Indonesia pesantren, sedang di Asia Tengah dan Barat serta Afrika basisnya pada kelompok - kelompok tarekat-dan yang bercorak kooperatif yaitu pakar terpelajar dengan pendidikan Barat.

Pada pertengahan pertama abad XX terjadi perang dunia kedua yang melibatkan seluruh negara kolonialis. Seluruh daratan Eropa dilanda peperangan, disamping Amerika, Rusia dan Jepang. Kecamuk perang ini disatu sisi melibatkan Jepang, Hitler dengan Nazi Jermannya, dan Mussolini dengan Fasis Italianya, dan disisi lain terdapat Inggris, Perancis, dan Amerika yang bersekutu, serta Rusia.

Konsekuensi atas terjadinya peperangan ini adalah terpusatnya konsentrasi kekuatan militer di kubu masing-masing negara, baik untuk keperluan ofensif maupun defensif. Pengkonsentrasian kekuatan militer tersebut mengakibatkan ditarik dan berkurangnya kekuatan militer kolonialis dinegeri-negeri jajahan mereka.

Dalam pada itu, negara muslim tidak terlibat langsung dalam perang dunia keduasehingga pemikiran mereka waktu itu terkonsentrasi pada perjuangan untuk kemerdekaan negerinya masing-masing, dan kondisi dunia yang berkembang pada saat itu memungkinkan tercapainya cita-cita luhur tersebut. Mulai saat itu negara negara muslim yang terjajah memproklamirkan kemerdekaannya.

Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan pembaharuan didorong oleh dua faktor yang saling mendukung, yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, dan menimba gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Gerakan pembaharuan itu dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memandang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah
gagasan Pan - Islamisme yang mula-mula didengungkan oleh gerakan Wahabiyah dan Sanusiah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin Al Afghani [1839-1897 M].

Jika di Mesir bangkit dengan nasionalismenya, dibagian negeri Arab lainnya lahir gagasan nasionalisme Arab yang segera menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme itu terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Demikianlah yang terjadi di Mesir, Syria, Libanon, Palestina, Irak, Hijaz, Afrika Utara, Bahrein, dan Kuweit. Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir gagasan Pan - Islamisme yang dikenal dengan gerakan Khilafat juga mendapat pengikut, pelopornya adalah Syed Amir Ali ( 1848 - 1928 M ). Gagasan itu tidak mampu bertahan lama, karena terbukti dengan ditinggalkannya gagasan-gagasan tersebut oleh sebagian besar tokoh-tokoh Islam. Maka, umat Islam di anak benua India ini tidak menganut nasionalisme, tetapi Islamisme yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme.

Sementara di Indonesia, partai politik besar yang menentang penjajahan adalah Sarekat Islam [SI], didirikan pada tahun 1912 dibawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Partai ini merupakan kelajutan dari Sarekat Dagang Islam [SDI] yang didirikan oleh H. Samanhudi pada tahun 1911.

Tidak lama kemudian, partaipartai politik lainnya berdiri seperti Partai Nasional Indonesia [PNI] didirikan oleh Soekarno, Pendidikan Nasional Indonesia [PNI-Baru], didirikan oleh Muhammad Hatta [1931], Persatuan Muslimin Indonesia [PERMI] yang baru menjadi partai politik pada tahun 1932, dipelopori oleh Mukhtamar Luthfi8. Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik Barat, dalam kenyataannya, memang partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah.

Perjuangan mereka biasanya teraplikasi dalam beberapa bentuk kegiatan, seperti gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun dalam bentuk pendidikan dan propaganda yang tujuannya adalah mempersiapkan masyarakat untuk menyambut dan mengisi kemerdekaan.Adapun negara berpenduduk mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh tentara sekutu. Akan tetapi, rakyat Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya itu dengan perjuangan bersenjata selama lima tahun berturut-turut karena Belanda yang didukung oleh tentara sekutu berusaha menguasai kembali kepulauan ini.

Negara muslim kedua yang merdeka dari penjajahan adalah Pakistan, yaitu tanggal 15 Agustus 1947 ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan lainnya untuk Pakistan-waktu itu terdiri dari Pakistan dan Bangladesh sekarang-. Di Timur Tengah, Mesir misalnya, secara resmi memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1922. akan tetapi, pada saat kendali pemerintahan dipegang oleh Raja Farouk pengaruh Inggris sangat besar. Baru pada waktu pemerintahan Jamal Abd al Nasser yang menggulingkan raja Farouk 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar - benar merdeka. Mirip dengan Mesir, Irak merdeka secara formal pada tahun 1932, tetapi rakyatnya baru merasakan benar-benar merdeka pada tahun 1958. sebelum itu, negara-negara sekitar Irak telah mengumumkan kemerdekaannya seperti Syria, Yordania, dan Libanon pada tahun 1946. Di Afrika, Libya merdeka pada tahun 1951 M, Sudan dan Maroko tahun 1956 M, serta Aljazair merdeka pada tahun 1962 M yang kesemuanya itu membebaskan diri dari Perancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara dan Yaman Selatan, serta Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia Tenggara, Malaysia yang waktu itu merupakan bagian dari Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957, dan Brunei Darussalam baru pada tahun 1984 M9.

Demikianlah satu persatu negara-negara muslim memerdekakan dirinya dari penjajahan. Bahkan beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negara-negara muslim yang dahulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan, Kazakhstan, Tajikistan, dan Azerbaijan baru merdeka pada tahun 1992, serta Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 199210.

Namun, sampai saat ini masih ada umat muslim yang berharap mendapatkan otonomi sendiri, atau paling tidak menjadi penguasa atas masyarakat mereka sendiri. Mereka itu adalah penduduk minoritas muslim dalam negara-negara nasional, misalnya Kasymir di India dan Moro di Filipina. Alasan mereka menuntut kebebasan dan kemerdekaan itu adalah karena status minoritas seringkali mendapatkan kesulitan dalam memperoleh kesejahteraan hidup dan kebebasan dalam menjalankan ajaran agama mereka.

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/pemikiran-peradaban-islam-masa-modern.html

SEJARAH BAHASA JAWA

SEJARAH BAHASA JAWA
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama di kabupaten Serang dan Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia.

Penyebaran Bahasa Jawa
Penduduk Jawa yang berpindah ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah : Lampung (61%), Bengkulu (25%), Sumatra Utara (antara 15%-25%). Khusus masyarakat Jawa di Sumatra Utara ini, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak jaman penjajahan Belanda.

Selain di kawasan Nusantara ataupun Malaysia. Masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela.

Fonologi
Dialek baku bahasa Jawa, yaitu yang didasarkan pada dialek Jawa Tengah, terutama dari sekitar kota Surakarta dan Yogyakarta memiliki fonem-fonem berikut:

Vokal: Depan Tengah Belakang i u e Y o ([) (T) a
Konsonan: Labial Dental Alveolar Retrofleks Palatal Velar Glotal Eksplosiva p b t d ˆ V tƒ d’ k g ” Frikatif s (‚) h Likuida & semivokal w l r j Sengau m n (s) r K
Perhatian: Fonem-fonem antara tanda kurung merupakan alofon.

Penjelasan Vokal
Tekanan kata (stress) direalisasikan pada suku kata kedua dari belakang, kecuali apabila sukukata memiliki sebuah pepet sebagai vokal. Pada kasus seperti ini, tekanan kata jatuh pada sukukata terakhir, meskipun sukukata terakhir juga memuat pepet. Apabila sebuah kata sudah diimbuhi dengan afiks, tekanan kata tetap mengikuti tekanan kata kata dasar.

Contoh: /jaran/ (kuda) dilafazkan sebagai [j'aran] dan /pajaranan/ (tempat kuda) dilafazkan sebagai [paj'aranan].
Semua vokal kecuali /Y/, memiliki alofon. Fonem /a/ pada posisi tertutup dilafazkan sebagai [a], namun pada posisi terbuka sebagai [T].
Contoh: /lara/ (sakit) dilafazkan sebagai [l'TrT], tetapi /larane/ (sakitnya) dilafazkan sebagai [l'arane]
Fonem /i/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [i] namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [e].
Contoh: /panci/ dilafazkan sebagai [p'arci] , tetapi /kancil/ kurang lebih dilafazkan sebagai [k'arcel].
Fonem /u/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [u] namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [o].
Contoh: /wulu/ (bulu) dilafazkan sebagai [w'ulu] , tetapi /ˆuyul/ (tuyul) kurang lebih dilafazkan sebagai [ˆ'uyol].
Fonem /e/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [e] namun pada posisi tertutup sebagai [[]. Contoh: /lele/ dilafazkan
sebagai [l'ele] , tetapi /bebek/ dilafazkan sebagai [b'[b[”].
Fonem /o/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [o] namun pada posisi tertutup sebagai [T].
Contoh: /loro/ dilafazkan sebagai [l'oro] , tetapi /boloK/ dilafazkan sebagai [b'TlTK].
Penjelasan Konsonan Fonem /k/ memiliki sebuah alofon. Pada posisi terakhir, dilafazkan sebagai [”]. Sedangkan pada posisi tengah dan awal tetap sebagai [k].
Fonem /n/ memiliki dua alofon. Pada posisi awal atau tengah apabila berada di depan fonem eksplosiva palatal atau retrofleks, maka fonem sengau ini akan berubah sesuai menjadi fonem homorgan. Kemudian apabila fonem /n/mengikuti sebuah /r/, maka akan menjadi [s] (fonem sengau retrofleks).
Contoh: /panjaK/ dilafazkan sebagai [p'arjaK], lalu /anVap/ dilafazkan sebagai [”'asVap]. Kata /warna/ dilafazkan sebagai [w'arsT].
Fonem /s/ memiliki satu alofon. Apabila /s/ mengikuti fonem /r/ atau berada di depan fonem eksplosiva retrofleks, maka akan direalisasikan sebagai [‚].
Contoh: /warsa/ dilafazkan sebagai [w'ar‚T], lalu /esˆi/ dilafazkan sebagai [”'e‚ˆi].

Fonotaktik
Dalam bahasa Jawa baku, sebuah sukukata bisa memiliki bentuk seperti berikut: (n)-K1-(l)-V-K2.
Artinya ialah Sebagai berikut:
- (n) adalah fonem sengau homorgan.
- K1 adalah konsonan eksplosiva ata likuida.
- (l) adalah likuida yaitu /r/ atau /l/, namun hanya bisa muncul kalau K1 berbentuk eksplosiva.
- V adalah semua vokal. Tetapi apabila K2 tidak ada maka fonem /Y/ tidak bisa berada pada posisi ini.
- K2 adalah semua konsonan kecuali eksplosiva palatal dan retrofleks; /c/, /j/, /ˆ/, dan /V/.
Contoh:
- a
- an
- pan
- prang
- njlen

Dialek-Dialek Bahasa Jawa
Bahasa Jawa pada dasarnya terbagi atas dua klasifikasi dialek, yakni :
- Dialek daerah, dan
- Dialek sosial

Karena bahasa ini terbentuk dari gradasi-gradasi yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia maupun Melayu, meskipun tergolong rumpun Austronesia. Sedangkan dialek daerah ini didasarkan pada wilayah, karakter dan budaya setempat. Perbedaan antara dialek satu dengan dialek lainnya bisa antara 0-70%. Untuk klasifikasi berdasarkan dialek daerah, pengelompokannya mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck, 1964, di dalam bukunya : "A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura", The Hague: Martinus Nijhoff[1].

Kelompok Bahasa Jawa Bagian Barat
- Dialek Banten
- Dialek Cirebon
- Dialek Tegal
- Dialek Banyumasan
- Dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)

Kelompok pertama di atas sering disebut bahasa Jawa ngapak-ngapak.
Kelompok Bahasa Jawa Bagian Tengah :
- Dialek Pekalongan
- Dialek Kedu
- Dialek Bagelen
- Dialek Semarang
- Dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
- Dialek Blora
- Dialek Surakarta
- Dialek Yogyakarta
- Dialek Madiun

Kelompok kedua di atas sering disebut Bahasa Jawa Standar, khususnya dialek Surakarta dan Yogyakarta.

Kelompok Bahasa Jawa Bagian Timur :
- Dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
- Dialek Surabaya
- Dialek Malang
- Dialek Jombang
- Dialek Tengger
- Dialek Banyuwangi (atau disebut Bahasa Osing)

Kelompok ketiga di atas sering disebut Bahasa Jawa Timuran.
Dialek sosial dalam Bahasa Jawa berbentuk sebagai berikut :
- Ngoko
- Ngoko andhap
- Madhya
- Madhyantara
- Kromo
- Kromo Inggil
www.forumbebas.com

http://kumpulan-artikel-menarik.blogspot.com/2008/06/sejarah-bahasa-jawa.html

Inilah Dampak Radiasi Nuklir bagi Manusia

JAKARTA - Ledakan reaktor nuklir di Jepang, menyebabkan kekhawatiran yang luas mengenai dampaknya bagi manusia. Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahkan berencana menyortir bahan makanan yang berasal dari Jepang. Seberapa bahayakah radiasi ini bagi manusia?

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, bahaya dari radiasi ini sejatinya hanya bagi mereka yang terpapar di lokasi sekitar reaktor nuklir tersebut.

“Untuk kasus di Jepang, menurut WHO, who believes the public health risk is small. Tentu maksudnya bagi mereka yang tinggal tidak di dekat lokasi reaktor nuklir. Juga tidak ada rekomendasi khusus WHO tentang makanan dari Jepang dan lain-lain,” kata kepada okezone, Rabu (16/3/2011).

Dampak kesehatan yang dialami penduduk yang tinggal di sekitar reaktor nuklir, kata Tjandra, juga berbeda-beda tergantung jumlah dosis pemaparan radiasi, jangka waktu pemaparan, dan banyaknya bagian tubuh yang terkena radiasi.

Misalnya, dosis tunggal yang diberikan dalam waktu singkat bisa berakibat fatal. Tetapi dosis yang sama yang diberikan selama beberapa minggu atau beberapa bulan, bisa hanya menimbulkan efek yang ringan.

“Jadi jumlah dosis total dan kecepatan pemaparan menentukan efek radiasi terhadap bahan genetik pada sel,” ujarnya.

Tjandra menambahkan, sindroma radiasi akut juga bisa menyerang berbagai organ tubuh yang berbeda, seperti sindroma otak yang terjadi jika dosis total radiasi sangat tinggi yakni lebih dari 30 gray. ”Ini berakibat fatal,” katanya.

Gejala awalnya berupa mual dan muntah, lalu diikuti oleh lelah, ngantuk dan kadang koma. Gejala ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peradangan pada otak. Beberapa jam kemudian akan timbul tremor (gemetar), kejang, tidak dapat berjalan, hingga menemui ajal.

Dampak berikutnya adalah sindroma saluran pencernaan akibat terjadi dosis total radiasi yang lebih rendah, yaitu 4 gray atau lebih. Gejalanya berupa mual hebat, muntah dan diare, yang menyebabkan dehidrasi berat.

Sindrom lainnya akibat dampak radiasi ini adalah sindroma hematopioetik, yang menyerang sumsum tulang, limpa dan kelenjar getah bening. Semuanya merupakan tempat pembentukan sel-sel darah yang utama.

“Sindroma ini terjadi jika dosis total mencapai 2-10 gray dan diawali dengan berkurangnya nafsu makan, apati, mual dan muntah. Gejala yang paling berat terjadi dalam waktu 6-12 jam setelah pemaparan dan akan menghilang dalam waktu 24-36 setelah pemaparan,” jelas dia.

Menurut Tjandra, dampak radiasi nuklir juga berakibat pada kekurangan sel darah putih yang seringkali menyebabkan terjadinya infeksi yang berat. “Jika dosis total lebih dari 6 gray, maka biasanya kelainan fungsi hematopoietik dan saluran pencernaan akan berakibat fatal,” tutupnya.

http://news.okezone.com/read/2011/03/16/337/435349/inilah-dampak-radiasi-nuklir-bagi-manusia

APA ITU REFORMASI

Dari gema edisi 54 th. 1998

REFORMASI: APA ITU?

Bernard T. Adeney-Risakotta, Ph.D.


Dari hasil wawancara dengan berbagai lapisan masyarakat yang dilakukan oleh Redaksi Gema Duta Wacana, kesan kuat yang disampaikan adalah kebingungan tentang apa itu reformasi. Memang, secara jujur hanya dua responden yang menyampaikan pernyataan itu. Mungkinkah mereka (petani, dan pedagang kaki lima), yang paling bijaksana? Soalnya, pemahaman tentang “reformasi” sangat beraneka ragam. Secara kasar, pendekatan tentang reformasi dari hasil wawancara bisa dibagi empat kelompok. Kelompok terbesar merasa reformasi paling pokok adalah reformasi politik dimana KKN dikurangi, keadilan ditegakkan, transparansi, kejujuran dan moralitas politik diperbaiki dan “rule of law” atau hukum yang adil menjadi nyata. Kelompok kedua yang hampir sama besarnya, merasa reformasi paling penting adalah reformasi ekonomi. Bagi kelompok ini reformasi yang diperlukan adalah turunnya harga, menyediakan lapangan kerja, menjaga kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat kecil. Malah ada yang kuatir bahwa reformasi sebenarnya justru sedang merusak kesejahteraan rakyat. Mereka menyamakan reformasi dengan ‘krismon”, padahal gerakan reformasi hanya menjadi kuat sebagai respons terhadap krismon. Kelompok ketiga yang agak kecil berharap bahwa hasil dari reformasi adalah hidup dalam masyarakat yang lebih aman dan rukun. Semua dari golongan ini dari kelas ekonomi menengah ke atas, termasuk orang yang masih trauma dengan kerusuhan yang terjadi. Kelompok keempat adalah kedua orang disebut di atas (petani dan pedagang kaki lima) yang sama sekali tidak tahu apa itu reformasi. Mungkinkah mereka hidup dalam dunia lain yang tidak tersentuh oleh gerakan reformasi yang menggoyang Indonesia? Ataukah mereka apatis dan tidak skeptis, tetapi bingung saja. Mereka betul-betul tidak mengerti makna nyata reformasi dan menunggu untuk mengetahui hasilnya. Seandainya begitu, mungkin saja mereka yang paling bijaksana oleh karena mengakui kebingungannya dan tidak menutupi ketidakmengertian mereka. Artikel singkat ini adalah usaha dari seorang asing, yang sudah lama tinggal di Indonesia dan mencintai tanah air ini, untuk merumuskan dan menjelaskan kebingungannya tentang makna reformasi dari sudut pandang teologi etika politik.

Sebelum tanggal 21 Mei 1998, makna reformasi jelas dan sederhana: turunkan Presiden Soeharto. Bukan hanya mahasiswa yang bersatu berjuang untuk makna reformasi itu, tetapi mereka didukung oleh hampir semua suku, agama, ideologi dan ras di Indonesia. Lebih dari itu, mereka didukung oleh pasar global, pemerintah-pemerintah negara lain dan akhirnya oleh Golkar sendiri, bersama pengkhianat Harmoko. Luar biasa dan semacam mujizat dari Tuhan bahwa kesatuan seluruh dunia terjadi supaya Presiden Soeharto bisa turun tanpa pertumpahan darah yang lebih besar. Ciri khas dari gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan Soeharto adalah tujuan dan caranya (ends and means), sama dan sederhana. Yang harus dilakukan (caranya) adalah turunkan Soeharto supaya tujuannya (Soeharto turun) tercapai.

Sekarang, sudah empat bulan, makna reformasi menjadi sangat kompleks. Tujuan dan cara tidak lagi sama dan belum ada kesepakatan, baik tentang tujuan maupun cara mencapainya. Bukan hanya oleh karena perbedaan di antara yang menekankan reformasi ekonomi dengan yang mengutamakan reformasi politik. Mungkin saja semua bisa setuju dengan reformasi yang ingin menghasilkan negara yang adil (secara politik) dan makmur (secara ekonomi). Tetapi kesepakatan itu semu. Semua pemimpin Indonesia dan juga di seluruh dunia akan setuju dengan reformasi yang indah itu. Tetapi bentuk dan struktur negara yang bagaimanakah bisa disebut adil dan ekonomi macam apa bisa disebut makmur? Lebih sulit lagi untuk mencari jalan benar yang menuju kepada tujuan yang masih kabur.

Dari sudut pandang teologi etika politik saya tidak berani menyampaikan secara dogmatis tujuannya apalagi cara yang mutlak sebagai makna reformasi. Dengan sesederhana mungkin saya hanya mau memberi beberapa usulan tentang bagaimana kita sebaiknya berpikir tentang tujuan dan cara reformasi di Indonesia. Tentu saja ada asumsi-asumsi teologis di belakang usulan-usulan saya yang tidak bisa dijelaskan dalam artikel sesingkat ini.

1. Setidaknya semua orang egois dan berdosa. Oleh karena itu, mereka (kita) harus dikendalikan oleh struktur politik/ekonomi yang adail. Maksudnya tidak ada orang yang secara murni bertindak tanpa pamrih . Ada beberapa implikasi politik dari pandangan ini. Dunia tidak boleh dipisahkan secara hitam putih di antara yang baik dan yang jahat. Semua orang baik dan semua jahat pula. Oleh karena itu, tidak cukup mencari yang jahat dan menghukum mereka supaya mereka diganti dengan orang baik. Ada kemungkinan besar kalau orang yang disebut baik masuk sistem yang sama, mereka (termasuk anda dan saya), cepat atau lambat akan melakukan hal yang sama (misalnya KKNK). Reformasi “total” agak semu karena tidak bisa mereformasikan hati manusia (Yer 17:9). Tentu saja, ada orang-orang yang lebih jahat dan orang-orang yang lebih baik. Yang paling jahat harus dihukum dan yang paling baik sebaiknya didukung.

2. Kalau setiap orang punya kebaikan dan kejahatan, setiap sistem juga punya unsur yang baik dan jelek. Dalam politik yang nyata, tujuan realistis adalah mengurangi yang jelek dan menguatkan yang baik. Orde Baru bukan neraka yang bisa ditukar dengan surga. Saya agak malu dengan orang yang menjelekkan Indonesia terus dan memuji-muji negara asal saya, Amerika Serikat yang seperti surga demokrasi. Menurut pendapat saya, ada banyak unsur dalam budaya sosial politik Indonesia yang jauh lebih baik dibandingkan dengan AS. Kelebihan dan kekurangan di Indonesia berbeda dengan kelebihan dan kekurangan di negara Barat. Kalau sekarang dalam masa susah kekurangan Indonesia lebih menonjol, tidak berarti jati diri atau nilai sosial budaya politik lebih rendah daripada negara yang disebut “maju”. Besok, kejahatan Barat yang akan menonjol dan kejahatan Indonesia disembunyikan. Masa reformasi adalah kesempatan luar biasa untuk meninjau kembali kekurangan sosio-politik di Indonesia dan memperbaikinya. Tetapi jangan meremehkan harga diri Indonesia atau “throw out the baby with the bathwater”. Kesusahan sekarang ini bisa menjadi anugerah Tuhan.

3. Yang seharusnya dihindari adalah proses mencari kambing hitam. Menurut teori Rene Girard, ada kecenderungan universal dalam manusia untuk mencari kambing hitam dan mengorbankannya demi dosa semua. Kemudian hari, korban didewakan . Terlepas dari tepat tidaknya teori Girard, gerakan reformasi sebaiknya menghindari kecenderungan mencari kambing hitam. Dosa Orba adalah dosa kita semua, bukan cuma Soeharto, Prabowo, ABRI, konglomerat, Golkar atau siapa lagi. Tidak mustahil kalau proses mencari dalang di belakang pelanggaran HAM, termasuk kerusuhan tanggal 12-13 Mei 1998 juga menjadi proses menghindari pertobatan nasional atas dosa kolektif kita. Memang kalau ada dalang seharusnya dihukum. Tetapi tidak ada dalang yang bisa memaksa puluhan ribu orang menjarah, membakar, membunuh dan memperkosa orang lemah. Sampai sekarang ada cukup banyak orang rasis yang mau mengkambinghitamkan semua pribumi dari suku Tionghoa untuk dosa kita semua . Hal seperti itu, selain tidak rasional, juga sangat menghindari reformasi benar. Kita harus bertobat sendiri, tidak menghukum golongan yang lain.

4. Dari hasil wawancara, ada beberapa orang yang menekankan bahwa kita harus membangun moralitas politik yang lebih kuat. Saya setuju. Tetapi caranya bukan dengan khotbah atau kursus P-4. Sudah terlalu lama kita diajak gotong-royong, jujur dan taat kepada Pancasila. Khotbah yang paling hebat tentang etika politik adalah pidato sehari-hari dari Presiden Soeharto. Yang dibutuhkan adalah sistem/struktur dimana orang melaksanakan yang baik oleh karena mereka diuntungkan dari tindakan baik. Sebaliknya mereka tidak melakukan yang jahat oleh karena takut dihukum atau dirugikan. Kecuali beberapa yang luar biasa baik, kebanyakan rakyat akan ikut saja apa yang disetujui oleh sistem dan memberi keuntungan yang aman, walaupun mereka tahu itu kurang baik. Sebaliknya, mereka tidak akan melakukan yang baik kalau yang baik juga merugikan. Itu namanya dosa. Kecuali kedua orang miskin yang bertanya “apa itu reformasi?” semua orang yang diwawancarai menyatakan reformasi diperlukan. Tetapi baru setahun lebih yang lalu, kebanyakan orang di Indonesia masih memilih Golkar dalam pemilu. Mengapa? Oleh karena takut rugi. Tentu saja sistem apapun akan jalan lebih lurus kalau masyarakat mempunyai kesadaran dan moralitas politik yang tinggi. Tetapi sistem yang baik juga akan membangkitkan kesadaran dan moralitas politik dalam masyarakat yang cenderung memusatkan kepentingan diri sendiri.

5. Kalau reformasi akan berhasil, harus ada kontinuitas maupun diskontinuitas dengan Orde Baru. Mengapa? Oleh karena yang baik dari sejarah Indonesia harus dilestarikan (“kontinuitas”) dan yang jelek seharusnya dihapus (“diskontinuitas”). Diskontinuitas total mustahil. Sistem politik, sumber daya manusia dan budaya ekonomi/politik tidak bisa dan tidak sebaiknya diganti seperti ganti pakaian. Sampai sekarang ini, Orde Baru dan ABRI masih yang berkuasa di Indonesia, baik dari segi pejabat-pejabat maupun dari segi struktur politik. Ada pejabat maupun unsur dalam sistem dan budaya politik Orba yang sangat baik. Terlepas dari kemunafikan (yang ada di mana-mana), idealisme negara Pancasila luar biasa hebat. Kasihan sekali kalau dikorbankan demi neo-liberalisme Barat yang sudah hampir bangkrut. Sebagai pribadi-pribadi, belum tentu pejabat Orba atau ABRI lebih jelek dibandingkan tokoh-tokoh reformasi. Pejabat Orba atau elite politik, ekonomi dan militer yang mau mendukung reformasi struktural sebaiknya dijadikan teman dan bukan musuh. Tenaga, ketrampilan dan dukungan mereka sangat dibutuhkan. Sebaliknya, kalau mereka dijadikan musuh atau terlalu diancam, mereka akan berperang demi keselamatan sendiri dan reformasi menjadi makin sulit. Perebutan kekuasaan akan berlangsung bertahun-tahun dan yang jauh lebih buruk dari Orba menjadi makin mungkin.

Walaupun demikian, kontinuitas tidak bisa disebut reformasi tanpa diskontinuitas yang tajam dan radikal. Banyak dari elite di Indonesia sangat lama dalam sistem dimana mereka jauh terlalu berkuasa. Meskipun mereka omong reformasi, mereka akan berjuang habis-habisan untuk menjaga kekuasaan dan kekayaannya. Mereka sudah korup dan munafik walaupun tidak tahu sendiri. Hanya tekanan terus dari rakyat bisa lepaskan mereka dari susu tanah air yang sudah menjadi obat bius mereka. Apakah ikatannya di antara kekuasan dan kekayaan bisa dihapus di Indonesia? Tidak mungkin. Tetapi paling sedikit harus ada struktur dan mekanisme politik (dan bukan suasana saja, seperti sekarang ini), yang menghindari dan menghukum KKNK. Akar dari krisis ekonomi Indonesia adalah kehilangan legitimasi Pemerintahan Orba. Yang tidak bisa mendukung reformasi politik yang sangat membatasi kekuasaan siapapun harus dikeluarkan dari pemerintahan.

6. Saya setuju dengan sekitar separoh dari responden wawancara bahwa tujuan utama reformasi adalah reformasi politik. Krismon yang menghancurkan kehidupan rakyat Indonesia adalah anak buah dari krisis politik, yaitu krisis kekuasaan. Tujuan paling sederhana, sulit dan nyata demi reformasi adalah “decentralization of power”. Kekuasaan di pusat dan di atas harus dikurangi dan kekuasaan peri-peri dan rakyat kecil harus dikuatkan. Banyak penulis yang menyatakan proses ini harus mulai dari atas, baru menetes ke bawah. Tetapi menurut pendapat saya, ini tidak mungkin terjadi. Yang di bawah harus memaksa yang di atas berubah. Meskipun orang paling tulus, baik dan bijaksana, dia sulit melepaskan ataupun mengurangi kekuasaan sendiri. Demokrasi bukan ideal kesetaraan, melainkan mekanisme politk yang memaksa pemimpin politik tunduk kepada kehendak dan kedaulatan rakyat.

Sebenarnya menurut hemat saya, tujuan reformasi adalah yang paling mulia, bukan keadilan atau kemakmuran masyarakat, tetapi bahwa masyarakat menjadi makin baik. Peter Maurin dan Dorothy Day pernah menyatakan, “Kami bermimpi tentang masyarakat di mana lebih gampang seseorang bisa menjadi manusia yang baik” . Kalau jarak di antara orang miskin dan orang kaya terlalu besar, lebih susah untuk kedua-duanya menjadi baik. Yang kaya terlalu kuat, yang miskin terlalu lemah. Oleh karena itu, keadilan dan kemakmuran sangat penting. Tetapi lebih penting lagi adalah struktur sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik yang menguntungkan perilaku yang baik dan merugikan perilaku yang jelek. Menurut pandangan saya, orang Indonesia sudah mempunyai masyarakat yang baik di antara yang paling baik di dunia. Tetapi struktur kekuasaan di sini sudah terlalu korup dan harus direformasikan supaya KKNK (serta kemunafikan) tidak lagi menjadi jalan paling aman dan lurus menuju sukses.

7. Apakah ada pengharapan untuk gerakan reformasi di Indonesia? Dalam wawancara-wawancara Redaksi Gema, sebagian responden kecewa dengan hasil dari reformasi dan tidak puas. Akan tetapi dua per tiga mengakui mereka optimis tentang masa depan reformasi. Terus terang, saya kurang tahu mana yang lebih rasional, dua pertiga yang optimis atau sepertiga yang pesimis. Tetapi optimisme tidak sama dengan pengharapan. Harapan Kristen bukan kalkulasi rasional, tetapi keyakinan dalam kebaikan Tuhan. Harapan politik adalah iman yang terletak dalam Kerajaan Allah yang sudah dijanjikan. Tuhan tidak akan meninggalkan masyarakat Indonesia yang dicintai. Saya percaya bahwa Tuhan sedang bergerak dalam gerakan reformasi. Tugas orang Kristen adalah ikut gerakan Tuhan sesuai kehendak Allah dan jiwa Yesus Kristus. Kita tidak usah takut oleh karena kita berharap dalam Yesus Kristus yang sudah di atas semua kekuasaan dalam dunia ini. Harapan ini bukan optimisme atau pesimisme oleh karena Tuhan yang mencintai dan setia juga Tuhan yang menghukum. Kami tidak tahu kalau kami akan hidup dalam masa penghukuman Allah atau masa berkat yang luar biasa. Tidak semua murid Yesus hidup enak. Sebaliknya, banyak yang paling sedia dibunuh. Tetapi kita percaya bahwa baik dalam berkat maupun kesusahan, Tuhan akan menemani dan menguatkan kita.

Manusia dan Kegelisahan

Manusia dan Kegelisahan
________________________________________

Salah satu dari bagia kehidupan manusia yang sekian banyak dialami oleh manusia salah satunya adalah kegelisahan. Kegelisahan disini bukan ke-geli – geli basah-an.
Kegelisahan dalam diri manusia dapat timbul sewaktu – waktu tanpa atau dengan diharpkan kehadirannya. Banyak faktor yang yang mempengaruhi dan menimbulkan kegelisahan dalam diri manusia. Adanya rasa gelisah yang dirasakan dan dialami oleh manusia pada dasarnya disebabkan oleh manusianya itu sendiri karena semua manusia memiliki hati, perasaan dan pikiran.
Kegelisahan pada diri manusia biasanya sangat erat kaitannya dengan sebauh kata “Tanggung Jawab”. Baik secara individual, sosial maupun religius. Jika usaha yang telah kita lakukan untuk mempertanggung jawabkan mengalami kesulitan dan kendala, kegagalan atau tidak berhasil maka secara langsung otak kita akan terkoneksi dengan yang direspon “Kegagalan dan permasalahan”. Dengan kata lain terkoneksi dengan hati, perasaan dan pikiran. Baik disadari atau tidak disadari. Begitu pula jika yang telah dilakukan telah memcapai titik maksimum dan berhasil maka kita sendiri tidak luput dari permasalahan dan kegelisahan, sebagai conth kegelisahan untuk mempertahankannya dan sebaginya.
Bentuk – bentuk kegelisahan dalam diri manusia dapat mnjelma dalam suatu bentuk, seperti ;
1. Keterasingan
Terasing, diasingkan atau sedang dalam keterasingan sudah ada sejak puluhan bahkan ribuan tahun lamanya. Dimana terasing pada dasarnya dapat didefinisikan sebagi bentuk kehilangan eksistensi diri yang disebabkan tidak adanya pengakuan tentang keberadaan kita “secara hakikat” atau dengan kata lain merasa tersisihkan dan termarjinalkan oleh diri sendiri dan orang lain dalam pergaulan atau mayarakat. Keterasingan disebabkan oleh dua faktor, yaitu (1) Faktor intern, atau fakor yang berasal dari dalam diri sendiri seperti merasa berbeda dengan orang lain, rendah diri dan bersikap apatis dengan lingkungan. (2) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri. Faktor ini pun bias bersumber pad afaktor yang pertama.
2. Kesepian
Aplikasi dan perwujudan dari terasing adalah kesepian. Jika seseorang sudah merasa diasingkan maka orang tersebut akan mengalami kesepian dalam diri dan lingkunga sehingga merasa sepia tau kesepian. Jika hal ini terus dibiarkan maka orang tersebut akan kehilangan unsur dan karakter unik dalam dirinya senhingga dia pun sulit untuk mengenali dirinya.
3. Masih banyak lagi…
gberasal dari bahasa gelisah yang artinya tidak nyaman, tidaktenteram, merasa cemas, khwatir yang porsinya berlebihan dan terus – menerus. Dapat dikatakan sebagai suatu kewajaran jika setiap manusia mengalami kegelisahan dalam diri dan hidupnya dan hal ini dikarenakan sebagai resiko yang harus diterimanya atau kodrat.
http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/28/manusia-dan-kegelisahan/

Konsep Ilmu Budaya Dasar Dalam kesusastraan

Konsep Ilmu Budaya Dasar Dalam kesusastraan

Ilmu Budaya Dasar secara sederhana adalah pengetahuan yang diharapkan mampu memberikan pengetahuan dasar dan umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah manusia dan kebudayaan . Suatu karya dapat saja mengungkapkan lebih dari satu masalah, sehingga ilmu budaya dasar bukan ilmu sastra, ilmu filsafat ataupun ilmu tari yang terdapat dalam pengetahuan budaya, tetapi ilmu budaya dasar menggunakan karya yang terdapat dalam pengetahuan budaya untuk .
Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep.

Pokok-pokok yang terkandung dari beberapa devinisi kebudayaan
1. Kebudayaan yang terdapat antara umat manusia sangat beragam
2. Kebudayaan didapat dan diteruskan melalui pelajaran
3. Kebudayaan terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi dan sosiologi
4. Kebudayaan berstruktur dan terbagi dalam aspek-aspek kesenian, bahasa, adat istiadat,
budaya daerah dan budaya nasional

Ilmu Budaya Dasar Merupakan Pengetahuan Tentang Perilaku Dasar-Dasar Dari Manusia. Unsur-unsur kebudayaan
1. Sistem Religi/ Kepercayaan
2. Sistem organisasi kemasyarakatan
3. Ilmu Pengetahuan
4. Bahasa dan kesenian
5. Mata pencaharian hidup
6. Peralatan dan teknologi

Karya sastra adalah penjabaran abstraksi,namun filsafat yang menggunakan bahasa juga disebut abstrasi. Maka abstrak adalah cinta kasih,kebahagian,kebebasan dan lainnya yang digarap oleh filsafat. Dalam kesusastraan IBD dapat dihubungkan ...
meliputi: Bahasa, Agama, Kesusastraan, Kesenian dll. Mengikuti pembagian ilmu pengetahuan seperti tersebut diatas maka Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar adalah satuan pengetahuan yang dikembangkan sebagai usaha pendidikan. Konsep-konsep social dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan utntuk mempelajari masala-masalah social yang dibahas dalam ilmu pengetahuan sosial, contohnya: Keanekaragaman dan konsep kesatuan sosial bertolak .
Tanpa ada maksud menciptakan dikotomi dalam kesusastraan, ada perbedaan antara literatur biasa dengan sastra. Sastra memiliki sense of love yang lebih representatif. Sebagai contoh, literatur ekonomi dapat saja mencatat angka-angka … Ada benang merah yang menyatukan konsep kebudayaan kita. Tidak heran apabila para pendiri bangsa mampu melebur diri dalam Bhineka Tunggal Ika. Kearifan budaya lokal masih kuat. Elemen-elemen kearifan budaya lokal kita didominasi oleh ajaran

http://arisudaryatno.blogspot.com/2010/03/konsep-ilmu-budaya-dasar-dalam.html

SEJARAH SISTEM POLITIK INDONESIA

SEJARAH SISTEM POLITIK INDONESIA
Materi Perkuliahan Sistem Politik Indonesia
Tanggal 28 Maret 2006
Oleh Uwes Fatoni, M.Ag
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
• Penyaluran tuntutan
• Pemeliharaan nilai
• Kapabilitas
• Integrasi vertikal
• Integrasi horizontal
• Gaya politik
• Kepemimpinan
• Partisipasi massa
• Keterlibatan militer
• Aparat negara
• Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
• Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
• Kapabilitas – SDA melimpah
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
• Gaya politik - kerajaan
• Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
• Partisipasi massa – sangat rendah
• Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
• Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
• Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
• Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
• Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
• Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
• Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
• Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
• Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
• Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
• Keterlibatan militer – sangat besar
• Aparat negara – loyal kepada penjajah
• Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
• Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
• Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
• Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
• Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
• Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
• Gaya politik - ideologis
• Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
• Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
• Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
• Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
• Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
• Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
• Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
• Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
• Gaya politik – ideolog, nasakom
• Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
• Partisipasi massa - dibatasi
• Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
• Aparat negara – loyal kepada negara
• Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
• Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
• Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
• Kapabilitas – sistem terbuka
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal - nampak
• Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
• Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
• Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
• Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
• Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
• Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
• Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
• Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
• Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
• Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
• Gaya politik - pragmatik
• Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
• Partisipasi massa - tinggi
• Keterlibatan militer - dibatasi
• Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
• Stabilitas - instabil

http://sistempolitikindonesia.blogspot.com/2006/03/sejarah-sistem-politik-indonesia.html

Politik Indonesia Sejak 1950-1965

Politik Indonesia Sejak 1950-1965
RESUME
Judul Buku : Sejarah Politik Indonesia
Penulis : Zulfikar Gazali, Anhar Gonggong, dan JR.Chaniago
Penerbit : Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah nasional, Jakarta: 1989
Jumlah Hlm : 137 Halaman

Cuplikan Buku
Negara Kesatuan Republik Indonesia baru diumumkan pembentukannya sejak taanggal 15 Agustus 1950, maka era Republik Indonesia Serikat berakhir. Berakhirnya RIS membawa dampak positif yakni berakhirnya sistem federal. Sedangkan, sisi negatifnya yakni revolusi fisik yang belum berakhir, dan persoalan mengenai tata negara.
Persoalan itu berupa penyatuan perspektif kebangsaan. Perspektif yang menjadi soal adalah perspektif mengenai masalh kemiliteran, pemerintahan dan legislatif. Masalah kemiliteran berupa integrasi mantan tentara KNIL dn KL masuk kedalam Tentara nasional Indonesia. Penyatuan unsur itu juga timbul berbagai gangguan-ganguan keamanan.
Pada sektor pemerintahan berupa penyatuan aparat Republik Indonesia dengan federal. Masalahnya yakni berupa pembahasan tentang struktur kementerian dan pemerintah yang panjang. Kemudian, maslah yang mencolok adalah masalah tentang gaji. Gaji bagi pegawai federal lebih tinggi daripada gaji pegawai Republik Indonesia. Gaji pegawai berasal dari pemerintah NICA, sementara gaji pegawai Republik Indonesia berasaal dari kas negara yang notabene kas negara masih kosong.
Masalah legislatif belum bertemunya kesepakatan tentang supra struktur politik. Kekuasaan yang dibagi menjadi eksekutif, legisltif, dan yudikatif belum mencapai kata final. Kesepakatan pembentukn itu tergantung sekali pada parati-partai politik sebagai wadah aspirasi masyarakat. Terhitung sejak Agustus sudah ada 27 partai politik yang berdiri. Partai sebagai landasan pertama untuk membentuk kelengkapan insfrastruktur. Melalui parati pemerintahan bisa dibentuk, kemudian berlanjut pada pembentukan legislatif, yudikatif dan militerisme. Jadi pada tahun antara 1950-1957 disebut sebgai era pemerintahan partai-partai.
Era partai politik berakhir sampai pada tahun 1957. Pada tahun 1957 Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo mengembalikan mandat. Pengembalian mandat menjadikan kekacuan bagi sistem politik di Indonesia dengan munculnya berbagai interpretasi dari pemerintah-presiden dan parlemen. Masalah ditambah dengan masuknya unsur militer guna pengamanan negara.
Interpretasi inilah yang membawa pada banyaknya perbedaan. Perbedaaan yang tidak memiliki ujung penyelasian. Titik penyelesaian tidak bisa dicapai karena banyaknya persepsi untuk mengartikan undang-undang baik dari presiden-parlemen-pemerintah.
Kesepakatan daan penyatuan persepsi tidak terlaksana maka pada 5 Juli 1959 Presiden Sukarno selaku kepala negara mengeluarkan dekrit presiden. Dekrit yang memberlakukan kembali UUD 45 sebagai jawaban atas ”kegagalan” lembaga pembuat UUD. Konsepsi pada tahun ini disebut sebagai konsepsi presiden. Presiden Sukarno tampil sebagai sesosok penyelamat bagi bangsa Indonesia
Dengan berlakunya UUD 45 mak terbentuklah lembaga-lembaga negara yang ”sesuai” dengan aturan didalamnya. Mulai tahun 1960 posisi presiden Sukarno mendapatkan dukungan dari Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI-lah yang memuji-muji Sukarno dan menyatakan dukungannya kepada Sukarno. Dukungan yang didapatkan Sukarno menjadikan sukarno semakin gencar mengeluarkan program dan ide-ide untuk melakukan revolusi. Revolusi dalam segala aspek kehidupan masyarakat, yakni revolusi ideologi, revolusi ekonomi, revolusi militer dan revolusi semesta. Revolusi-revolusi yang dijalankaan oleh Sukarno berakhir ketika terjadi peristiwa G.30.S/PKI di akhir September 1965.
Interpretasi
Buku Sejarah Politik Indonesia tidak menguraikan sejarah sejah zaman sebelum ”Indonesia” hingga ’Indonesia” berdiri. Buku ini mulai mengurai sejarah sejak tahun 1950. Uraian pertama tentang politik parlementer. Zaman ini digambarkan sebagai zaman pemerintahan partai-partai. Terutama partai politik yang dianggap sebagai salah satu unsur infra struktur pemerintahan, legislatif, yudikatif dan militerisme.
Pada era selanjutnya tentang masa transisi antar tahun 1957-1959. Masa transisi banyak terjadi perbedaan pendapat yang mengakibatkan konsepsi akan tata negara tidak terlaksana. Perbedaan pendapat terjadi dikalangan lembaga tinggi negara yakni antara presiden-parlemen-pemerintah.
Konsepsi yang belum terbentuk berujung pada keluarnya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959. Melalui dekrit inilah era Sukarno dimulai hingga 1965. Era Sukarno pada masa 1959-1965 dengan mengembalikan segala konsepsi negar pada UUD 45. Sukarno juga mengeluarkan prograam revolusioner dengan mengadakan revolusi bagi seluruh lapisan masyarakat.
Ada tiga bahasan yang ada dalam buku tersebut. Pembahsan-pembahsan itu bisa dijadikan periodisasi buku tersebut yakni.
1950-1957
1957-1959
1959-1965 Politik Parlementer
Politik Transisi
Politik Milik Sukarno
Kajian yang ada dalam buku tersebut adalah kajian tentang sejarah politik ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan kajian historis ”bagaimana” perpolitikan ”Indonesia”. Penulis mengusulkan bahwa judul dari buku ini adalah Politik Indonesia Sejak 1950-1965. Bila menbicarakan mengenai sejarah politik Indonesia maka seyogyanya secarak rasa ’”ke-Indonesia-an” itu ada. Proses politik terbentuknya Indonseia lebih penting karena terdapat usaha-usaha secara kooperatif dan non-kooperatif dalam menajdikan Indonesia.
Porsi batasan waktu memang sangat dibatasi namun explorasi akan sebuah peristiwa kurang dalam. Dalam buku tersebut porsi yang banyak di kuak adalah zamann Indonesia dalam transisi. Banyak fakta yang diungkapkan dengan mencantumkan sumber-sumber sejarah berupa Undang-Undang dan keputusan-keputusan. Dalam masa parlementer belum dikuak secar mendalam kejatuhan-kejatuhan para Perdana Menteri sebelum Ali Sastroamijoyo (1957) maupun sesudahnya. Padahal, pada masa transisi ini banyak sekali terjadi pergantian Perdana Menteri.
Setelah masa transisi terdapat masa atau era Sukarno dalam menjalankan politik di Indonesia. Banyak sekali fakta yang terungkap bahwa masa ini Sukarno lebih sebagai romantisisme era. Sukarno bagaikan mata uang pada masa ini, sukarno biasa terliaht baik dan sukarno bisa terlihat buruk. Kebaikan Sukarno digambarkan dengan konsepsi-konsepsi untuk membawaa raakyaat pada kemakmuran sdangakn keburukan Sukarno adalah ke-ego-an untuk menerapkan segala pemikirannya pada pemerintahan yang dijalankan. Dengan kata lain, Sukarno ingin agar Indonesia sesuai keinginannya.
Dalam buku itu terdapat beberapa catatn tentang penarikan kesimpulannya. Dalam kesimpulannya masih terdapaat pembahasan tentang latar belakang G.30.S/PKI. Adanya perulangan pembahasaan tentang sukarno seperti.
Sukarno juga dianggap sebagai seseorang yang dijangkiti politik luar negeri yang revolusioner dan Sukarno dimanfaatkan oleh PKI untuk menarik Indonesia ke komunisme RRC.
Dalam kesimpulan juga terdapat pembahasan sedikit tentang perkembangan ekonomi, padahal dalam pendahuluan tidak ada. Akhirnya sejrah politik Indonesia pada sat itu dibentuk memalui model parlementer dan pemikiran seorang tokoh nasional Indonesia, Sukarno.
Ciri Historiografi Pada Buku Tersebut yang Diterbitkan Pada Masa Orde Baru
1. batasan waktu tidak terlalu panjang.
2. batasan waktu tidak seluas inti dari judul
3. ada membatasan pembabakan
4. kurangnya eksplorasi terutama di bidang politik, padahal waktu antara 1965-1989 sangatlah panjang.
5. adanya komparasi antara orde baru dengan zaman sejarah yang ditulis tersebut.
6. eksplorasi akan peristiwa G.30.S/PKI masih ditutup-tutupi.
7. sosok sukarno memang menjadi sosok yang baik-buruk.
Ditulis dalam sejarah indonesia
« HISTOROGRAFI
NASIONALISME DALAM PENCITRAAN DIORAMA DI BENTENG VREDENBURG

http://sejarawan.wordpress.com/2008/05/22/politik-indonesia-sejak-1950-1965/